Terpikat Sang Playboy - Bab 418 Menjadi Kenyataan

“Untuk apa mengatakan kata-kata yang membuatku tersentuh.” Tania memiringkan kepalanya, air matanya bergulir turun dari tengah matanya.

“Apakah kamu tersentuh sampai harus menangis? Sepertinya, aku masih memiliki tempat di hatimu. Tidak peduli perasaan seperti apa yang kamu punya terhadapku, aku tetap senang. Jangan menangis lagi. Kalau tidak, si Alex idiot itu lagi-lagi akan mengira bahwa aku menindasmu.” Vincent menangkat tangannya untuk menghapus air mata Tania.

Cairan yang hangat ini sama seperti kesegaran dalam kekeringan hidupnya, membuat Vincent tahu bahwa ini semua mengalir demi dirinya.

Walaupun tanpa diragukan ia merasa sangat terluka, tapi di dalam luka itu juga seketika merasakan mendapatkan kebahagiaan.

“Kamu jangan memedulikannya, aku akan menghukumnya baik-baik setelah pulang ke rumah.” tawa Tania. Setelah berbincang seperti ini, hatinya merasa tidak terlalu sesak lagi. Ia benar-benar orang yang serakah. Ia menginginkan dirinya sendiri bahagia namun juga menginginkan pria ini sama bahagianya seperti dirinya. Tapi bahkan dalam kehidupan sempurna seseorang, berapa banyak orang yang bisa memiliki kebahagiaan di dalam hidupnya? Semua sesuai takdir.

“Sepertinya hari-hari Alex juga tidak terlalu baik. Sepertinya ia tidak memiliki kesempatan untuk menginginkan hari-hari yang romantis.” Vincent menemani Tania tertawa bersama.

Alex masuk dengan menenteng sebuah kantong besar berisikan makanan. Akal sehat dalam otaknya pun menegang saat melihat mereka bergandengan tangan, “Vincent, lepaskan tangan istriku. Kalau tidak, aku akan membuangmu keluar lewat jendela. Kamu dengar tidak?”

“Istrimu adalah cinta pertamaku. Sekarang aku adalah pasien, aku ingin ia menghibur hati dan tubuhku yang terluka ini. Apakah tidak boleh?” Vincent berkata dengan sewajarnya. Ia juga menarik tangan Tania dan meletakkannya didepan dadanya.

Vincent paling tidak sanggup melihat raut wajah Alex yang bangga. Ia bukannya kalah darinya, ia hanya kalah dari takdir. Kalau saja awalnya ia tidak membalas dendam kepada keluarga Tania, Tania tidak mungkin memiliki celah yang memungkinkan Alex untuk memiliki kesempatan masuk diantara mereka.

“Tentu saja tidak boleh! Walaupun sekarang kamu adalah pasien, tapi tetap tidak boleh menyentuhnya!” Alex meletakkan makanan itu diatas meja dengan kasar. Ia pun menarik balik tangan Tania dan merangkulnya kuat dalam dekapannya, “Anak ini masih berkonspirasi sama seperti dulu. Kamu harus waspada sedikit.”

“Waspada kepalamu?! Memangnya kenapa kalau bergandengan tangan? Bukankah sebelumnya kamu bilang kecup dan cium adalah bentuk kesopanan juga!” ujar Tania kesal.

“Bagaimana ini bisa sama dengan itu? Ia adalah rival cintaku nomor satu. Ia adalah manusia paling berbahaya.” Alex sama sekali tidak mengelak dan berkata terus terang.

Vincent yang berada disana terkekeh dengan dingin, “Jadi kamu harus selalu hati-hati, karena aku masih bisa tinggal di kota ini bersama-sama dengan kalian. Lebih baik kamu jangan sampai melakukan kesalahan. Kalau tidak, aku pasti akan memanfaatkan celah itu untuk masuk. Karena perasaan Tania terhadapku dapat aku rebut kembali dengan sepatah dua patah kata saja. Rival cinta, waktu masih panjang. Jangan kira kamu akan menggenggam semuanya hanya dengan pernikahan.”

“Benarkah! Kalau begitu kamu tunggu saja, aih—Aku takut padamu?! Bahkan kamu tidak akan mendapatkan kesempatan seperti itu biarpun menunggu sampai masuk ke dalam peti mati.” ujar Alex dengan penuh percaya diri.

“Jangan berkata terlalu dini, masih ada banyak tahun yang harus dilewati.” Vincent menaikkan alisnya, perkataannya sarat dengan maksud tertentu.

Sorot mata kedua orang itu bertarung dengan kuat.

Tania benar-benar tidak bisa tahan dengan kelakuan mereka, “Menurutku, kalian sama-sama terlalu pintar berdebat.” Tujuan mereka bertengkar adalah untuk kesenangan saja. Ia hanya memberikan sebuah topik, tapi mereka menjadikannya sebuah bahan diskusi.

Tania melepaskan tangan Alex, berjalan ke pinggir meja, dan mengeluarkan makanan yang dibeli Alex tadi. Ternyata, ia juga membeli buah-buahan dan produk suplemen. Terlihat jelas bahwa suaminya sekarang tidak terlalu membenci Vincent lagi.

“Apa yang suster katakan?” tanya Tania sambil mengeluarkan sarapannya satu persatu.

“Ia tidak boleh makan. Otaknya masih harus dibedah lagi. Lidahnya terlalu beracun jadi harus dipotong.” ujar Alex sungguh-sungguh.

”Ini serius!” Tania merasa kesal namun juga merasa konyol. Ia berjalan menghampiri untuk memukul pria itu.

“Ia sudah boleh makan, tapi hanya boleh mulai dari semacam sup dulu. Lalu setelahnya pelan-pelan makan sesuatu yang lunak, sama seperti orang yang baru melahirkan.” Alex masih saja tidak lupa untuk menyindirnya dengan beberapa kalimat sampai akhir.

Tania sebenarnya ingin tertawa, namun ia juga merasa tidak bisa bersama mengikuti permainan kotor mereka. Ia membuka makanan-makanan itu di atas meja, ternyata ada seporsi sup ayam.

Tania mengambil sup itu dan berjalan ke samping kasur Vincent, “Ayo minum sup ayam dulu, aku suapi.” Tania lalu meninggikan kasur Vincent dengan menekan tombol dan duduk disitu.

“Baiklah!” Vincent tertawa menyetujui.

Alex langsung merebut sup ayam yang ada didalam tangan Tania, “Lebih baik jika aku saja yang mengerjakan pekerjaan kasar seperti ini. Sayang, kamu duduk saja disitu dan makan sarapanmu.”

“Kamu jangan sengaja menganggunya. Kalau tidak, awas saja. Aku akan mencekikmu.” Tania sangat mengerti suaminya, mana mungkin ia berniat baik.

“Aku takut kamu kelaparan, makanya menyuruhmu makan duluan. Aku jamin tidak akan mengganggunya.” Alex tersenyum tulus, tapi tingkat kepercayaan dari kata-katanya sangat rendah.

Menurut Tania, Alex juga tidak akan berani bertindak sembarangan dibawah awasan matanya, “Baiklah kalau begitu. Sebagai pria dewasa dan seorang suami, kamu harus memegang ucapanmu! Kalau begitu, aku pergi makan dulu.” Tania berjalan ke pinggir meja lalu duduk dan menyantap sarapannya.

Alex mengangkat mangkuknya dan melihat ke arah Vincent, lalu tertawa seperti bocah tengil yang licik yang ingin meracuni dan membunuh pria itu, “Vincent, ayo minum supnya. Aku pasti akan sangat hati-hati menyuapimu.”

“Lebih baik begitu. Jangan sampai tanganmu gemetaran dan menumpahkan sup itu ke selimutku.” Vincent dapat melihat niat tidak baik dalam ekspresi Alex.

“Tentu saja! Bagaimana mungkin aku tidak berhati-hati dalam hal ini? Aku pasti akan memegangnya dengan stabil.” Alex menyendok sup ayam itu, “Wah, sepertinya sangat panas. Aku akan membantumu meniupnya supaya dingin.”

Alex meniup-niup ke arah sendok itu. Ini masih tidak ada apa-apanya. Tapi pria itu lalu menjulurkan lidahnya untuk memeriksa suhu sup itu dan mengangguk, “Ya! Pas sekali! Ayo, sudah boleh diminum.” Alex menyodorkan sendok itu ke arah mulut Vincent.

Vincent menatap sendok berisi sup yang “terkontaminasi” oleh pria itu dengan horor. Karena ia memiliki COD, bulu kuduknya pun langsung berdiri tegak, “Menjijikkan! Kamu jangan mendekat! Jangan mendekat!”

“Kamu menurut saja sedikit, kamu bisa mati kelaparan kalau tidak makan.” Alex bersenang-senang dalam penderitaan Vincent dengan terus mencoba menyuapi pria itu dan meneruskan kejahilannya, “Jangan-jangan kamu tidak mau membuka mulutmu karena kamu mau aku menyuapimu dengan mulutku?”

“Alex, dasar iblis! Abnormal! Jangan kamu berikan benda yang sudah kamu jilat itu kepadaku! Pergi!” Kalau saja sendi-sendi tubuhnya tidak kaku dan bisa leluasa bergerak, Vincent pasti sudah menendang pria ini sampai mati.

Senyum dingin Alex semakin tersungging lebar di ujung bibirnya, “Sepertinya, kamu benar-benar berharap aku menyuapimu dari mulutku ya.” Ia meminum sup yang ada di sendok itu dan mengulumnya. Alex lalu bergerak mendekati wajah Vincent untuk memasukkan sup itu ke dalam mulut pria itu. Dasar pria COD, kali ini kamu belum benar-benar mati.

Vincent menolehkan kepala, menggunakan tangannya untuk menghadang tangan Alex, “Dasar gila! Minggir—”

Urat nadi Tania pecah ke ubun-ubun. Benar-benar sulit baginya untuk sarapan dengan tenang. Ia bangkit berdiri dan dengan langkah cepat berjalan ke pinggir kasur, “Sudah selesai mainnya, belum?!” Dengan emosi ia menekan kepala Alex.

“Kecelakaan” pun terjadi seketika.

Alex sebenarnya hanya ingin menakut-takuti dan mengerjai Vincent, ia tidak benar-benar berpikir untuk menyuapinya dengan mulut. Tapi dengan Tania yang tiba-tiba bersuara, bibir Alex pun benar-benar menempel pada bibir Vincent. Sup yang ada di dalam mulutnya juga mengalir mulus ke dalam mulut Vincent. Seiring dengan pergerakan menelan, Vincent akhirnya juga menelan sup itu ke dalam tenggorokannya.

Tania dengan terkejut menutup mulutnya, gawat! Mereka… Mereka… Benar-benar berciuman!

Mata Vincent membelalak besar-besar, sekujur tubuhnya tidak berhenti menggeliat.

Setelah Alex sadar, ia langsung bangkit berdiri dan merasa mual. Ia lalu membungkukkan tubuhnya dan muntah. Vincent juga memiringkan badannya dan muntah sejadi-jadinya di pinggir kasur.

Novel Terkait

Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
5 tahun yang lalu

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
5 tahun yang lalu

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
5 tahun yang lalu

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu