Suami Misterius - Bab 710 Lama Tidak Bertemu

Rudy kembali ke kamar, Clara sudah berpakaian rapi, bersiap keluar rumah.

“Pergi kemana?”

Rudy memeluk pinggangnya yang ramping.

“Jadi mendapat telepon dari Paman, mereka sudah naik pesawat, kira-kira 2 jam lagi akan sampai di bandara, aku sekarang ingin pergi menjemput.”

Tangan Clara memeluk leher dia, berjinjit, mencium bibir tipis dinginnya.

Rudy menunduk melihat dia, menatap lembut, “Paman kenapa tiba-tiba pulang?”

“Akhir pekan ini Kakek Tua Xie berulang tahun ke 90, Paman sekeluarga pulang untuk merayakan bersama Kakek Tua Xie.” Clara menjawab.

Rudy mengangguk, berkata lagi, “Aku antar kamu kesana.”

“Tidak perlu.”

Clara menolak, “Kamu dirumah saja temani Wilson. Saat Paman dan Bibi pulang, kamu bawa dia kesana untuk makan bersama.”

Rudy ragu-ragu sejenak, mengangguk dan berkata, “Baiklah.”

“Kalau begitu aku pergi dulu.” Clara berkata.

Rudy mengangguk, maksud dari tangannya yang belum melepaskan pinggang ramping dia, sangat jelas tidak rela.

Dan saat itu, terdengar ketukan pintu lagi dari luar, terdengar suara polos Wilson dari luar.

“Mama, mama temani Wilson memberi makan kelinci.”

“Bocah ini, setiap kali membuat masalah.” Rudy berkata dengan tidak berdaya.

Clara tersenyum mendorong dia, berjalan membukakan pintu.

“Mama.”

Wilson masuk kedalam pelukan Clara, tangan kanannya masih memegang sebuah kandang kecil, didalam kandang itu ada seekor kelinci gemuk bertelinga pendek.

“Mama mau ke bandara menjemput kakek, bolehkah papa yang temani kamu memberi makan kelinci?”

“Baiklah.”

Wajah Wilson terlihat sangat terpaksa.

Clara mengulurkan tangan meraba kepala Wilson, mencium wajah kecilnya, lalu baru pergi.

Rudy membawa putranya pergi ke atas rumput di halaman memberi makan kelinci.

Wilson membuka kandang, kelinci gemuk berjalan keluar dari kandang, memakan rumput di atas tanah.

Wilson berjongkok disamping kelinci.

“Papa, kapan mama akan melahirkan adik kecil?”

Wilson tiba-tiba bertanya.

Rudy sedikit tertegun, “Kenapa bertanya seperti ini?”

“Anak kelas kami Camri mempunyai adik kecil dirumahnya, bisa menemani dia makan bersama, tidur bersama, bermain bersama, saat suasana hati tidak bagus masih bisa memukul dia. Aku bertanya pada Camri dimana bisa membeli adik kecil, dia bilang mama yang melahirkan. Papa, apakah mamaku bisa melahirkan adik kecil? Jika tidak bisa juga tidak apa-apa, aku tidak akan meremehkan dia.”

Rudy : “….”

Saat bersamaan.

Clara sudah sampai di bandara.

Pesawat yang di naiki Ezra mendarat tepat waktu, jadi dia tidak menunggu terlalu lama.

Saat keluar dari pintu masuk, Ezra mendorong koper, menggandeng tangan istrinya Aeris, keluar bersama.

Tamtam mengikuti di belakang orang tuanya, memakai earphone.

“ Babby !”

Tamtam melihat Clara, mengulurkan tangan melambai, lalu dengan senang berjalan ke arah sana.

“ Babby, apakah kamu merindukanku?”

“Rindu!” Sangat rindu sampai ingin membereskanmu sekali.” Clara berkata sambil bercanda.

“Kalian ini, sudah sebesar ini, masih bersikap konyol.” Aeris tertawa dan berkata.

“Bibi, kakak Mulyati dimana, kenapa tidak pulang bersama.”

Clara tidak melihat Mulyati Zinal, dengan sopan bertanya.

“Beberapa hari ini dia ke Jing, pulang ke tempat ayahnya.” Aeris menjawab.

Clara tersenyum, tidak terlalu tertarik jadi tidak bertanya lagi.

“Orang-orang keluarga Zainal, meremehkan dia perempuan, dulu saat Mama bercerai, Keluarga Zainal tidak bersedia menahan Mulyati. Sekarang dia dengan tidak tahu malu bergabung kesana. Orang-orang marga Zainal itu paling bisa menghasut, setiap kali dia pulang dari rumah Keluarga Zainal, pasti akan membuat keributan, ayah dan ibu tidak mempermasalahkan ini, pembawa bencana ini, lebih bagus tidak pulang.” Tamtam berkata.

Wajah Aeris tampak gelap, Ezra mendorong koper, memelototi Tamtam.

Clara dan Tamtam berjalan berdampingan, sikunya menyenggol dia, menggerakkan mulut, berkata tanpa suara, “Apakah kamu bisa mati jika tidak berbicara.”

Tamtam mengangkat bahu, ekspresi wajahnya tidak peduli.

Mereka berempat berjalan keluar dari bandara.

Saat itu, cuaca di luar bandara mendung, langit terlihat gelap, seperti setiap saat akan turun hujan.

Ezra dan Tamtan dengan cepat memasukkan koper ke dalam bagasi, lalu, dengan cepat masuk kemobil dan pergi, ingin segera sampai dirumah sebelum hujan.

Tapi, mobil baru sampai di setengah perjalanan, hujan mulai turun, awalnya hanya angin kencang disertai gerimis, lalu, tiba-tiba hujan deras, membuat langit terlihat sangat gelap.

Supir mengemudi, wiper mobil bergerak bolak balik, jarak pandang kurang dari 5 meter.

Saat hujan, kemacetan dan kecelakaan tidak bisa dihindari.

Setelah mobil mereka sudah hampir 1 jam berada dalam kemacetan, baru sampai di area kecil dimana keluarga Thomson tinggal.

Ezra terbiasa bersikap rendah hati, jadi, tempat tinggal di Jing bukan di villa, tapi di apartemen di area kecil komunitas kelas atas, luasnya kira-kira hanya 200 meter persegi.

Tamtam dirumah memelihara sebuah anjing Labrador di rumah, makanan anjing itu sangat baik, dipelihara sampai menjadi gemuk dan besar.

Saat mereka masuk rumah, anjing itu berlari kegirangan kemari.

“Lala, apa kamu merindukanku?”

Tamtan memeluk anjing itu, tangannya mengelus kepala anjing itu.

“Tamtam, bereskan koper terlebih dahulu.”

Aeris melihat putranya, berkata dengan tidak berdaya.

“Oh.”

Tamtam berdiri, menarik kopernya naik ke atas.

Kali ini pulang ke Jing, Ezra tidak mudah bisa mendapatkan cuti tahunan, kira-kira akan tinggal selama 10 hari lebih, jadi koper yang dibawa tidak sedikit.

Clara tidak bisa membantu apapun, lalu, duduk di sofa, anjing besar itu mengikuti dia dibelakang, akhirnya berjongkok di bawah kakinya.

“Lala. Apa masih kenal dengan kakak?” Clara membungkuk, mengganggu anjing.

Dan saat itu, bel pintu berbunyi.

Pelayan dirumah berjalan ke pintu masuk, melihat ke videophone, lalu berteriak, “Nyonya, Tuan Markal Chen sudah datang.”

Aeris sangat gembira, dengan langkah cepat berjalan turun kebawah.

Membuka pintu, terdengar suara berbicara dari pintu masuk.

“Hujan begitu deras, kenapa kamu masih sengaja datang kemari. Bahkan tidak membawa payung.”

Aeris menyodorkan sebuah handuk tangan, meskipun nada bicaranya sedikit menyalahkan, tapi tetap saja penuh dengan kekhawatiran.

“Saat aku keluar hujannya masih kecil, tidak disangka sampai disini hujannya sangat deras.”

Suara Markal terdengar rendah, sangat dalam.

Mobilnya berhenti di garasi yang di buat di area kecil, dari garasi sampai ke pintu bangunan hanya butuh beberapa langkah, tapi tetap juga basah kuyup.

Aeris menyodorkan handuk tangan padanya.

Markal sambil mengeringkan rambutnya, sambil berjalan ke ruang tamu.

Lalu, dia melihat Clara yang duduk di sofa ruang tamu, rambutnya diikat, memakai T shirt sederhana dan celana panjang, kulit putihnya yang terlihat hampir transparan, dan dia yang penuh dengan jiwa muda.

Dia sedang membungkuk, sedang mengganggu anjing, wajahnya penuh dengan senyum ceria.

Hujan gelap diluar jendela, seperti menjadi cerah karena senyum dia.

Markal dengan tidak sadar menghentikan langkahnya.

Dan saat ini, Clara tentu saja melihat dia, mereka berdua bertemu pandang, mata hitam pria terlihat sangat cantik.

“Kamu, adalah Abang Markal Chen?”

Clara bangkit berdiri dari sofa, tersenyum dan berkata.

Markal menatap dia dengan diam, untuk sesaat, dia menjadi emosional.

Clara melihat dia tidak berbicara, mengira dia sudah lupa dengan dirinya sendiri.

“Aku Clara, kamu tidak ingat lagi.”

Markal tersenyum, dengan suara rendah dan serak berkata, “Clara, lama tidak bertemu.”

“Benar, lama tidak bertemu.”

Clara menjawab dengan tersenyum.

Novel Terkait

Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
4 tahun yang lalu

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
4 tahun yang lalu

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu