Suami Misterius - Bab 703 Teman Makan Teman

Rudy tersenyum datar dan bertanya :”Kenapa gagal ?”

“Ada wanita pemeran utama yang lebih cocok dari aku.”

Clara mengeluh lagi, lalu langsung mengalihkan pembicaraan.

Dia jarang mengeluh masalah pekerjaan kepada Rudy, juga tidak pernah membuat Rudy khawatir dalam segi pekerjaannya.

Mereka mengobrol kata-kata mesra lagi, setelah itu, Clara mendengar suara desakan sekretaris di sisi telepon.

“Sudahlah, tidak mengganggu tuan Sunarya bekerja lagi.”

“Iya, nyonya Sunarya, selamat malam.”

Rudy tersenyum berkata.

Clara memanggil dia sebagai tuan Sunarya, sementara Rudy juga memanggil Clara sebagai nyonya Sunarya, ini pertama kalinya Rudy melontarkan sebutan seperti itu.

Setelah memutuskan telepon, sekretaris berjalan masuk, lalu meletakkan sebuah dokumen ke hadapan Rudy.

“Letak dulu di sini.”

Rudy berkata dengan nada datar, namun kesannya sangat berwewenang.

Sekretaris berjalan keluar dengan sadar diri, sekalian menutup pintu.

Ruangan menjadi sunyi kembali.

Rudy berdiri di depan jendela dan menatap lapangan yang luas di luar, tatapannya sangat dalam.

Raymond sedang menggenggam ponselnya, kemudian menghubungi sebuah nomor.

Setelah itu, panggilan tersambung, di sisi telepon terdengar suara yang membisingkan, suara lelaki bercampur di dalam kebisingan tersebut, sehingga tidak terlalu jelas.

“Bos, ada pesan ?”

“Kehidupan kacau balau, santai juga ya “

Nada Rudy sangat dingin.

Raymond sebagai orang terpercaya Rudy, sehingga juga mengikuti Rudy masuk ke dalam pasukan.

Aldio sebagai mata dan telinga Rudy, tentu saja juga ikut masuk ke kota Jing.

Perusahaan entertainment Aldio juga ikut pindah ke kota Jing, dalam waktu dekat ini Aldio juga sangat sibuk, harus menghadiri berbagai jenis entertain dan acara.

“Bos, kamu jangan mengejek aku lagi, pesan saja perintah Anda, aku langsung kerjakan.”

Di sisi telepon, terdengar suara Aldio yang tidak serius.

“Clara hari ini menghadiri pemilihan peran sebuah film, kamu tahu film apa ?”

Rudy bertanya.

“Paling juga film sutradara Wu.

Aku mana berani tidak tahu masalah kakak ipar kecil.”

Aldio menjawab.

“Aku maunya dia bisa berperan dalam film ini, kamu atur saja.”

Rudy berkata.

“Ya ?”

Aldio menjawab dengan tampang kesusahan.

“Bos, Anda dulu tidak pernah mempedulikan masalah film kakak ipar kecil.”

“Dulu ya dulu, sekarang ya sekarang.”

Rudy berkata, lalu menatap ke arah luar jendela dengan tatapan datar.

Dulu Clara tinggal di kota A, sehingga sangat bebas.

Sekarang dia tinggal di keluarga Sunarya, anggota keluarga Sunarya tidak begitu mudah teratasi, apalagi sekarang dirinya berada di dalam pasukan, sehingga belum tentu bisa menjaganya.

Seandainya Clara tinggal di tim syuting, dia malahan bisa lebih tenang.

“Sutradara Wu itu sangat emosional keras kepala, susah terpengaruh, masalah ini sepertinya tidak begitu mudah teratasi.”

Aldio mengerut alis dan berkata.

“Di dunia hiburan ini masih ada masalah yang tidak dapat diatasi oleh CEO Vosh ya ?

Kalau tidak bisa mengatasi sutradara itu, jangan-jangan tidak mengerti juga strategi menyerang secara tidak langsung ?

Kasih kamu waktu satu hari ini, selesaikan masalah ini.”

Rudy langsung memutuskan sambungan telepon setelah selesai berbicara.

…. Pada keesokan harinya, Luna menerima pemberitahuan terpilih dalam film sutradara Wu, rasanya seperti mendapatkan keberuntungan yang jatuh dari langit.

“Apa yang terjadi ?”

Clara membuka surat perjanjian.

“Aku dengarnya, Dinaya menerima tawaran peran untuk film lain, jadwal kedua film ini berbentrokan, sehingga dia menolak tawaran sutradara Wu.”

Luna selesai berkata, lalu mengulurkan tangan menepuk ringan pada pundak Clara, “Nasibmu ini memang luar biasa sekali.”

Clara tersenyum sambil menggerakkan pundak sendiri.

Tidak peduli bagaimanapun, tetap saja merupakan sebuah kabar baik apabila dia mendapatkan peran ini.

“Kapan masuk tim syuting ?”

Clara bertanya.

“Tiga hari lagi.”

Luna berkata.

“Begitu cepat ya ?”

“Iya, jadwal syuting dipercepat.

Aku sudah kasih tahu Melanie.

Kamu juga bersiap-siap dulu.”

Tidak terlalu banyak yang perlu dipersiapkan Clara, dia telah menghafal skenario, perlengkapan sehari-hari adalah pekerjaan Melanie yang menjadi asistennya, dua hari sebelum masuk ke tim syuting kebetulan di akhir pekan, sehingga Clara bisa terus menemani Wilson.

Dia membawa anaknya ke taman bermain, mereka bermain Ferris Wheel dan korsel, dan juga makan es krim stroberi.

Setelah mereka selesai bermain, langsung kelelahan setelah pulang ke rumah.

Clara berbaring di atas kasur, dia sangat lelah, namun tidak bisa ketiduran, sehingga dengan biasanya menelepon Rudy.

Setelah telepon tersambung, dia mengeluh dengan suara lembut :”Tiba-tiba menyadari kalau jaga anak kecil juga butuh tenaga, capek sekali.”

“Kenapa tiba-tiba mau bawa Wilson ke taman bermain ?”

Rudy bertanya dengan nada lembut.

“Lusa sudah masuk ke tim syuting, ingin menemani dia.”

Clara menjawab.

“Iya.”

Rudy juga menjawabnya.

“Rudy, kamu tidak ada yang mau dikatakan padaku ya ?”

Clara bertanya secara tiba-tiba.

“Baik-baik menjaga kesehatan sendiri.”

Rudy berkata, nadanya penuh dengan kesan lembut dan perhatian.

“Ada lagi ?”

Clara terus bertanya.

Rudy tersenyum lembut, lalu berkata lagi :”Aku kangen kamu.”

Clara menarik sudut bibir, tersenyum tanpa bersuara.

Clara tidak terus bertanya lagi.

Dalam hatinya lebih kurang sudah mengerti, kali ini dia dapat memerankan film sutradara Wu, kemungkinan besarnya adalah berkat bantuan Rudy.

Jika tidak, mana ada begitu banyak kebetulan yang terjadi, ketika dia ingin mendapatkan wanita pemeran utama di dalam film ini, calon yang telah terpilih malah bermasalah dalam jadwal.

“Aku juga kangen kamu, selamat malam.”

Clara mengecup ringan terhadap ponselnya.

…. Lokasi syuting film 《 Surat Penuh Warna 》 terletak di kota film.

Clara mempercepat sehari untuk naik pesawat, akhirnya dia menginap di hotel pesanan tim syuting.

Secara kebetulan juga bertemu dengan Ruben dan Samara di dalam hotel.

Samara baru saja menginjak bidang ini, sehingga masih tergolong orang baru, dia pernah berperan dalam sebuah film kerajaan dalam tahun lalu, sehingga baru menampakkan diri di dunia hiburan.

Pada kali ini dia berperan sebagai seorang wanita yang menjual bunga, adegannya tidak terlalu banyak.

Namun dengan pengalamannya, sudah sangat hebat apabila bisa terpilih di film sutradara Wu.

Ruben tamatan dari jurusan pertunjukan, dikarenakan kedua orang tuanya juga bekerja di bidang ini, sehingga dia memiliki sumber daya yang baik, pada kali ini dia bertanggung jawab sebagai wakil sutradara dalam film ini.

Clara membawa Melanie, bertemu dengan Ruben dan Samara di depan pintu lift.

Samara mengenakan jas besar berwarna merah muda dan mengenakan kacamata hitam, tubuhnya sangat kecil, kesannya sangat mungil apabila berdiri di samping Ruben.

Ruben yang sopan sedang membantu Samara membawa kopernya.

“Kak Clara, ternyata kamu adalah wanita pemeran utama di film ini, aku malah mengira yang terpilih adalah Dinaya.”

Samara menghampirinya dengan tampang ramah sendiri, lalu menggenggam tangan Clara dan berkata, “Kak Clara, kita di dalam satu tim syuting, ke depannya mohon bantuan dan bimbinganmu.”

Clara mendorong tangannya dengan wajar, lalu tersenyum palsu dan berkata, “Sama-sama.

Seandainya di satu tim syuting, saling bekerja sama saja.”

“Kakak ipar.”

Ruben menyapa dengan Clara dengan sopan, segala tindakannya sangat terpuji.

Clara tersenyum dan mengangguk.

Kamar Clara dan Ruben kebetulan sama-sama di lantai dua belas, sementara Samara tinggal di lantai lima.

Lift berhenti di lantai lima.

“Kak Clara, sampai jumpa nanti.”

Samara tersenyum sambil melambai tangannya terhadap Clara, lalu mengulur tangan untuk menarik lengan Ruben.

“Abang Ruben, kopernya terlalu berat, kamu bantu aku antar ke kamar ya.”

Ruben menarik koper dan keluar dari lift bersama Samara.

Kedua pintu lift kembali tertutup.

Melanie mencubit hidungnya, lalu bernada manja seperti Samara dan berkata, “Abang Ruben, kopernya terlalu berat, kamu bantu aku antar ke kamar ya.”

Melanie selesai berbicara, lalu menggerakkan lengan dengan gerakan berlebihan, seolah-olah ingin menjatuhkan bulu kuduk yang merinding di tangannya.

“Clara, adik iparmu itu otaknya tidak bermasalah ya, teman makan teman, dia meletakkan pacar sendiri di sisi wanita seperti ini, bukannya sejenis melempar ayam ke dalam sarang rubah, seandainya tidak kembali, dia tinggal menangis mati-matian saja.”

Clara mendengarnya hanya melotot sekilas, “Jangan banyak campur.”

Seandainya terjadi pada orang lain, Clara mungkin akan berbaik hati untuk mengingatkannya.

Namun apabila untuk urusan Altria, Clara sama sekali tidak ingin ikut campur lagi.

Novel Terkait

Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
4 tahun yang lalu

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
4 tahun yang lalu

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu