Suami Misterius - Bab 499 Tampaknya Gadis Kecil Telah Ikut Belajar Buruk Dari-Nya

Dan pada saat ini, di dalam kantor presdir.

Clara duduk di kursi bos belakang meja besar, sambil minum cappucino, sambil bermain game menggunakan komputer Rudy.

Konfigurasi komputer Rudy adalah yang tertinggi, ketika bermain game bahkan tidak lag sama sekali.

Clara sedang bermain dengan senang, sama sekali tidak memperhatikan sudah menunggu berapa lama, hingga pintu kantor presdir dibuka dari luar, Rudy berjalan ke dalam sambil membawa dokumen.

Dia melihat Clara duduk di tempatnya, ekspresi yang dingin berubah jadi lembut dan hangat.

“Sudah selesai rapat.” Clara melihatnya, mematikan game di komputer, lengan diletakkan di atas meja, memegang pipinya, “Rudy, komputermu bagus sekali buat main game.”

Rudy mendengarnya, merasa agak tidak berdaya sambil menggeleng dan tertawa lepas. Data yang ada dalam komputernya cukup membeli setengah kota A, hanya Clara wanita kecil ini yang berani menggunakan komputernya bermain game.

“Jika kamu menyukainya, aku suruh Johan aturkan satu yang sama persis untukmu.”

“Eng.” Clara tersenyum sambil mengangguk, berdiri dari kursi, mendekat ke sampingnya, bermanja-manja menggandeng lengannya, “Suamiku paling baik.”

Rudy mengulurkan jari panjangnya, menggores ujung hidungnya dengan mesra. “Sudah lapar belum? Ayo pergi makan. Raymond mengatakan di seberang perusahaan ada buka satu restoran Chinese, hidangannya lumayan.”

“Boleh.” Clara mengangguk setuju.

Rudy mengambil mantelnya yang ada digantungan baju, gerakan sangat elegan memakai mantel ke badan, kemudian, memegang Clara berjalan keluar.

Clara sangat patuh membiarkan dia memegang tangannya, sambil jalan sambil mengatakan, “Yanto sudah dikendalikan oleh pihak kepolisian, begitu kabar aturan gandanya tersebar, mungkin aku akan bertemu sedikit masalah.”

Clara adalah publik figur, dia ada sedikit kabar atau perubahan kecil saja maka akan dibesar-besarkan oleh media. Setelah kabar hancurnya Yanto terekspos, takutnya akan menimbulkan sensasi yang lebih besar. Begitu Clara terpikir akan dikepung dan dikejar oleh para wartawan, membuat dia merasa tak tahan dan pusing.

Rudy pelan-pelan meremas tangannya, nada bicara datar dan hangat, “Tidak perlu takut, hanya seorang wakil walikota kecil saja, asalkan media tidak sengaja membesar-besarkannya, tidak akan menarik terlalu banyak perhatian. Aku akan menyuruh Aldio Vosh pergi bernegosiasi, berusaha menekan kabar berita ini.”

"Eng." Clara memgangguk, alis yang indah malah sedikit mengerut.

"Kenapa?" Rudy bertanya.

"Yunita mengatakan, masalah Yanto, akan membuat kamu benci dan meninggalkanku karena hal itu."

Rudy mendengarnya, merasa tidak berdaya dan tersenyum, telapak tangan dengan pelan menyentuh bahu Clara, "Kamu percaya juga dengan kata-katanya. Sebenarnya kamu tidak percaya pada diri sendiri, atau tidak percaya padaku, eng?"

"Kalau begitu kamu tambahkan sedikit kepercayaan diri padaku?" Clara mendongakkan wajah mungil, berkata dengan wajah centil. Kemudian, dia menjinjitkan ujung kaki, bibir warna merah mawarnya mencium bibir tipisnya yang tegas.

Saat ini, mereka sudah keluar dari kantor, berdiri di area publik kantor.

Wajah tampan Rudy sedikit canggung, jarang sekali daun telinganya sedikit memerah. Citra-Nya di perusahaan selalu bijaksana dan tegas, tenang dan percaya diri, serta selalu berkuasa sehingga membuat orang sulit mendekatinya.

Dan satu ciuman Clara di depan umum, langsung menarik dia dari atas altar. Takutnya kelak citra diri Rudy harus dibangun kembali lagi.

"Nyonya Sutedja, di sini adalah area umum." Rudy menurunkan mata menatapnya, ada senyuman lembut di antara kedua alisnya.

"Undang-undang mana yang mengatakan kalau tidak boleh mencium suami sendiri di depan umum?" Clara mengedipkan sepasang mata yang bagaikan anggur hitam, berkata sambil tersenyum.

"Wanita harus lebih bisa jaga sikap." Rudy merasa tidak berdaya dan tersenyum, telapak tangan membelai kepalanya.

Clara mengambil kesempatan kedua tangan langsung melilit di atas lehernya, tubuh mereka berdua sangat mesra nempel bersama, dia dengan suara lembut dan centil berkata: “Kenapa ketika di atas ranjang tidak menyuruhku lebih jaga sikap.”

Rudy: “…….”

Rudy benar-benar kehabisan kata-kata, tampaknya gadis kecil ini sudah ikut belajar buruk darinya.

"Nyonya Sutedja, di sini adalah perusahaan, sebagai presdir, aku masih harus menjaga citra positif, agar bawahan tidak ikut melakukannya.” Rudy sambil tertawa lepas, menurunkan gadis kecil yang menggatung di atas tubuhnya.

“Ayo pergi makan, nanti sore aku masih harus pergi ke perusahaan cabang.” Rudy berkata lagi.

“Eng.” Clara mengangguk, menggandeng lengannya dengan mesra, kepala bersandar di atas bahunya, keduanya berjalan menuju lift bersama.

Dan pada saat bersamaan, Rahma berdiri di tempat yang tidak terlalu jauh, melihat mereka bermesra-mesraan bagai di sekeliling tidak ada orang lain, seketika merasa ragu untuk maju ke depan.

Dia ragu lama sekali, baru berencana ke sana, tapi tiba-tiba ponsel yang ada dalam tas berbunyi.

Dari dalam telepon mendengar suara penghinaan kasar dari seorang wanita, raut wajah Rahma berubah menjadi sangat buruk, setelah menutup telepon, dia sudah tidak peduli mengenai masalah mencari Rudy lagi, berbalik dan terburu-buru pergi.

Setelah dia meninggalkan Sutedja Group, langsung menuju rumah sakit.

Mobil berhenti di depan gerbang rumah sakit, Rahma tergesa-gesa membuka pintu turun dari mobil, “Nyonya, kamu masih belum membayar ongkos.”

Satu kaki Rahma sudah menginjak di atas tangga, mendengarnya lalu terburu-buru berbalik lagi, mengambil uang dari dalam tas dan diberikan pada supir, “Maaf.”

Dia selesai bicara, bergegas melangkah ke tangga, masuk ke dalam rumah sakit.

Rahma berdiri di depan pintu lift, menunggu lama sekali juga belum ada lift, dia langsung lari ke tangga darurat.

Dia memakai sepatu hak tinggi, menaiki tangga setinggi enam lantai, ketika masuk ke dalam kamar pasien, nafas sudah terengah-engah. Tapi yang datang menyambutnya adalah caci maki habis-habisan dari mertuanya.

“Rahma, sebenarnya kamu ingat apa tidak! Hari ini suamimu akan melakukan pemeriksaan, hal sepenting ini kamu juga bisa lupa, sebenarnya dalam hatimu ada Santos dan keluarga ini tidak!”

“Maaf, ma, akhir-akhir ini pekerjaanku benar-benar sangat sibuk.” Rahma mengatupkan bibir, berkata dengan patuh.

“Setiap kali selalu menggunakan pekerjaan sebagai alasan. Aku lihat nona besar Rahma sama sekali tidak memandang keluarga Rugos kami. Apakah merasa keluarga Rugos sudah membuatmu menderita? Lalu kenapa pada waktu itu kamu tidak menikah dengan tuan muda keempat Sutedja, malah mau ikut dengan Santos ……”

“Ma, jangan katakan lagi.” Santos Rugos duduk di kursi roda, muncul di depan pintu bangsal.

Santos baru berumur tiga puluhan, tampangnya sangat ganteng. Penampilan dia tidak kalah dari Rudy, hanya saja di antara kedua alis sedikit kejam.

Dia duduk di atas kursi roda, mengernyit sambil melihat ibu sendiri.

Ibu Rugos mendengus dingin, tidak bicara lagi.

Kaki Rahma yang mengenakan sepatu hak tinggi agak kesakitan, sedikit goyang berjalan ke samping Santos , “Maaf, sepanjang pagi aku terus rapat, sudah telat pulangnya.”

“Tidak apa-apa, sudah merepotkanmu.” Santos tersenyum tipis.

“Aku dorong kamu ke ruang pemeriksaan.” Rahma mengulurkan tangan mendorong kursi roda.

“Aku bawa Santos ke ruang pemeriksaan, kamu bayar biaya pengobatan bulan ini dulu, perawat sudah mendesak beberapa kali.” Ibu Rugos melemparkan selembar tagihan yang belum lunas pada Rahma.

Rahma mengambil kertas tagihan itu, melihat angka yang ada di dalam, secara tidak sadar mengerutkan kening.

Selama beberapa tahun ini, dia susah payah kerja keras, saldo dalam kartu selalu nol. Santos sama seperti lubang tak berdasar, tidak peduli bagaimana mengisinya juga tidak akan pernah penuh.

Jelas-jelas dokter sudah mengatakan, walaupun kaki Santos dilakukan rehabilitasi, harapan untuk sembuh juga tidak besar. Tapi Ibu Rugos tidak pernah menyerah, masih mengancam kalau ini adalah hutangnya pada Santos .

“Untuk apa kamu masih termenung? Jangan-jangan tidak ada uang lagi! Ada uang untuk membeli kosmetik, tapi tidak memiliki uang untuk pengobatan suami? Ibu Rugos berkata dengan kasar.

Rahma menghela nafas, tidak mengatakan apapun, memegang kertas tagihan pergi ke kantor pembayaran di lantai satu.

Novel Terkait

Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
5 tahun yang lalu

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
4 tahun yang lalu

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
4 tahun yang lalu