Suami Misterius - Bab 1344 Topik Pembicaraannya Menyimpang

Tubuh Diva lemah, tangan dan kakinya dingin sepanjang tahun, namun tangan Mahen selalu hangat. Tetapi pada saat ini, telapak tangan Mahen sangat dingin.

Diva sedikit sakit hati, dia dengan lembut mengusap telapak tangan Mahen dan berkata dengan nada lembut "Mahen, masalah jantungku sudah terlahir seperti itu dan tidak mungkin untuk menyembuhkannya. Jika kamu tidak menginginkan anak ini, maka kedepannya kita tidak bisa mempunyai anak lagi. Apakah kamu ingin mencari wanita lain untuk melahirkan anak atau kamu berencana untuk tidak memiliki anak dalam hidupmu ini? "

"Tidak ada anak juga tidak masalah!" Mahen berkata.

Dia tidak mungkin melakukan hal tercela seperti mencari wanita lain untuk melahirkan anak dalam pernikahan. Sebelum bertemu Diva, dia sama sekali tidak pernah berpikir tentang melahirkan anak, dia tidak peduli dengan perihal apakah punya anak.

Harapannya terhadap anak dimulai dari kehamilan Diva. Apa yang dia nantikan adalah kehidupan kecil yang menyatu dari darah mereka.

"Orang tidak boleh terlalu serakah, sudah cukup bagiku untuk memilikimu. Diva, kamu jangan begitu keras kepala, oke? Aku tidak ingin kamu mempertaruhkan nyawamu untuk melahirkan anak ini. Lagipula, anak ini belum tentu akan berbakti padamu di masa depan, jika kamu melahirkan anak yang boros dan nakal, hanya pintar menghabiskan uangku dan membuatku marah, maka aku benar-benar akan kesal sampai mati dan kamu juga jangan mengharapkannya untuk menjaga kita di hari tua. "

Ketika mendengarkan perkataan kekanak-kanakan Mahen, Diva tersenyum, tetapi ada lapisan kabut bening muncul di matanya.

Dia tidak bodoh, bagaimana mungkin dia tidak mengerti bahwa Mahen begitu kejam untuk tidak menginginkan anak di dalam perutnya karena Mahen takut dia akan ada bahaya.

Dalam hidupnya ini, Diva tidak pernah menyangka ada seseorang yang bisa memperlakukannya seperti ini. Dengan adanya ketulusan seperti ini, dia benar-benar tidak memiliki penyesalan lagi dalam hidup ini.

"Meskipun kamu tidak mengharapkan anak untuk menjaga kita di hari tua, setidaknya kamu membutuhkannya untuk menguburkan kita berdua bersama-sama."

"Tidak ada yang tidak dapat dilakukan dengan uang, tim pemakaman profesional sangat jelas lebih profesional daripada anak yang kamu lahirkan." Mahen berkata tanpa berpikir.

Diva "..."

Mengapa dia merasa bahwa topik pembicaraan mereka telah menyimpang.

"Mahen, kamu pernah berkata, jika aku hamil, baik melahirkan atau menggugurkannya, itu terserah padaku."

"Ketika aku mengucapkan perkataan ini, aku tidak tahu bahwa kamu akan berbahaya untuk melahirkan anak."

"Meskipun ibu hamil normal juga akan berbahaya untuk melahirkan anak. Ini hanya soal probabilitas. Probabilitasku hanya lebih tinggi dari yang lain, tetapi itu tidak mengancam nyawa sama sekali. Bagaimana dokter memberitahumu? Apakah dokter yang terlalu waspada atau kamu yang terlalu khawatir? "

Mahen sedikit menundukkan kepala, dia tidak berbicara, mungkin, benar-benar dia yang terlalu peduli dengan Diva.

"Diva ..."

Mahen ingin mengatakan sesuatu lagi, tetapi Diva dengan dingin memotong pembicaraannya "Mahen, aku tidak ingin terus mendiskusikan topik ini denganmu. Anak ini, aku pasti akan melahirkannya. Jika kamu tidak ingin terus membuatku marah, maka jangan katakan masalah ini lagi."

Mahen tentu saja tidak berani membuatnya marah, bagaimana jika Diva pingsan lagi. Lena telah mengingatkannya bahwa Diva tidak boleh terlalu emosional dan harus berhati-hati saat menjaganya.

“Aku sudah capek, aku mau tidur dulu.” Diva mengucapkan perkataan ini dan langsung berbaring di tempat tidur.

Dia berbaring di ranjang rumah sakit, menarik selimutnya dan membungkus dirinya dengan erat, hanya menyisakan punggung yang dingin untuk Mahen.

Mahen duduk di samping tempat tidur sebentar, setelah menghela nafas ringan, dia juga berbaring di tempat tidur.

Tempat tidur di bangsal VIP lumayan besar dan tidak terlalu sempit untuk berbaring dua orang.

Mahen mengulurkan tangan dan memeluk Diva. Diva membungkus dirinya dengan erat, dia memang sudah sedikit sesak napas, begitu Mahen memeluknya, dia semakin sulit untuk bernapas.

Dia berjuang di dalam selimut, tetapi semakin dia bergerak, semakin Mahen melingkari pinggangnya dengan erat.

Akhirnya, Diva kesal, dia berbalik dan memelototinya dengan marah.

Mahen menatapnya "Apakah aku bahkan tidak boleh memelukmu?"

“Kamu memelukku begitu erat, apakah kamu ingin membunuh anak kita? Mahen, kamu benar-benar sangat kekanak-kanakan.” Diva mendorongnya dengan kedua tangan dan kaki, kemudian membuka selimut yang membungkus tubuhnya, menarik napas dalam-dalam, setelah itu, dia berbaring lagi di tempat tidur.

Kemudian, Mahen memdekatinya lagi dan mengulurkan tangan untuk memeluknya, tetapi kali ini dia memeluknya dengan sangat pelan.

Diva membelakanginya, dia sedikit mengangkat sudut bibirnya dan tanpa sadar meraih tangan Mahen dan meletakkannya di atas perutnya yang rata, mencoba membiarkan Mahen merasakan anak di dalam perutnya.

Meskipun anak ini masih sangat kecil, tetapi dia sudah merupakan kehidupan kecil, sebagai orang tua, mereka bagaimana mungkin rela untuk tidak menginginkannya.

Mahen menyentuh perut Diva dengan telapak tangannya, merasakan suhu tubuh yang datang dari bawah telapak tangan dan matanya basah.

Baik Mahen maupun Diva, mereka tidak bisa tidur nyenyak malam ini.

Keesokan harinya, Mahen bangun dan duduk di tempat tidur, dia mengulurkan tangan untuk memijat lehernya yang sakit. Meskipun ranjang rumah sakit sangat besar, tetapi itu masih saja kalah dengan ranjang di rumah dan Mahen selalu khawatir akan mengganggu Diva, sehingga dia hampir tidak berani bergerak.

Diva duduk di tempat tidur, rambut panjangnya sedikit berantakan, dia mengusap matanya yang mengantuk dengan tangannya.

“Apakah lehermu masih sakit? Di luar ada tempat tidur, tapi kamu bersikeras mau tidur bersamaku.” Setelah Diva selesai berbicara, dia mengulurkan tangan untuk membantu Mahen memijat leher.

Mahen tidak berani memperlakukan ibu hamil sebagai tukang pijat, dia membiarkan Diva memijat sebentar, lalu turun dari tempat tidur, berjalan keluar dari bangsal dan pergi membeli sarapan.

Setelah mereka selesai makan sarapan, Mahen membantu Diva melakukan prosedur pulang dari rumah sakit.

Situasi Diva saat ini normal dan memang tidak ada alasan untuk menyia-nyiakan sumber daya medis di rumah sakit.

Setelah Diva keluar dari rumah sakit, dia pindah kembali ke apartemen. Dia sudah terbiasa tinggal di apartemen, lagipula, apartemen dekat dengan perusahaan dan nyaman baginya untuk bergegas ke perusahaan jika terjadi sesuatu.

Nyonya Maveris telah keluar dari rumah sakit dan pindah ke apartemen Diva, dia menjaga putrinya dengan penuh perhatian dan dengan senang hati menunggu untuk menjadi seorang nenek.

Nyonya Maveris sangat bahagia, sehingga dia terlihat sangat bersemangat, dia memasak berbagai macam sup, seperti sup teripang dan sarang burung walet untuk Diva sepanjang hari.

Diva telah diberi makan oleh Nyonya Maveris selama beberapa hari, wajahnya terlihat lebih bagus dan orangnya juga sedikit lebih gemuk.

Diva mengeluh "Bu, apakah aku perlu makan begitu banyak? Menjadi gemuk itu mudah, tetapi sulit untuk menurunkan berat badan."

"Untuk apa kamu menurunkan berat badan? Apa yang kamu makan sekarang, kamu harus berbagi nutrisi untuk dua orang, anak yang bergizi baik, setelah dilahirkan, daya tahan tubuhnya akan sangat kuat dan tidak mudah sakit. Kamu tidak punya pengalaman dan tidak mengerti apa-apa, dengarkan saja perkataan Ibu.

Setelah Nyonya Maveris menegur Diva, dia dengan senang hati pergi ke dapur untuk memasak sup sarang burung.

Mahen melihat sosok calon ibu mertuanya yang sedang sibuk, hatinya sangat berat. Masa kehamilan yang panjang baru saja dimulai, tetapi Mahen selalu sangat panik dan khawatir.

Dia berdiri di depan pintu dapur dengan bingung, melihat Nyonya Maveris mengambil sup sarang burung walet yang sudah dimasak.

Nyonya Maveris meletakkan sup sarang burung walet di dalam mangkuk, ketika dia mendongak, dia melihat bahwa Mahen masih dalam keadaan linglung, sehingga dia bertanya "Apa yang sedang kamu pikirkan? Akhir-akhir ini kamu sepertinya mengkhawatirkan sesuatu."

Mahen menggerakkan bibirnya, dia terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu, pada akhirnya, dia bertanya dengan suara rendah "Bibi, jantung Diva bermasalah, apakah anda tahu?"

Novel Terkait

CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu

Suami Misterius

Laura
Paman
4 tahun yang lalu

Sang Pendosa

Doni
Adventure
5 tahun yang lalu

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
5 tahun yang lalu

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu