Eternal Love - Bab 226 Bukan Sedang Bermimpi

Setelah mendaki untuk waktu yang lama, Miranda Wen merasa seluruh tenaganya telah habis, namun setelah ia melihat bahwa ia baru mendaki setengah jalan, Miranda Wen terengah-engah sembari menarik pohon menjalar.

Miranda Wen melihat lingkungan sekitar sejenak, dan menemukan bahwa lerengnya tidak separah sebelumnya, sehingga bisa untuk duduk dan beristirahat sejenak. Miranda Wen perlahan mengendurkan tangannya yang meremas pohon menjalar, duduk di samping dan tak berhenti menggosok-gosok tangannya.

Karena dia terus menerus menarik pohon menjalar dan otaknya juga terus menerus penuh konsentrasi, tangan dan kaki Miranda Wen telah lama mati rasa, perlahan-lahan dia mengendurkan telapak tangannya yang terus menerus meremas pohon menjalar, hanya untuk melihat tangannya yang awalnya putih menjadi merah berbekas luka dan sedikit darah keluar mengalir sedikit demi sedikit.

Ketika Miranda Wen sedang duduk di samping untuk beristirahat, tiba-tiba ada suara gemerisik yang datang di dekatnya, tali sarafnya yang ia sudah susah-susah untuk dikendurkan langsung menjadi tegang lagi.

Miranda Wen hanya merasa tenggorokannya sesak, melihat bahwa hari sudah semakin malam, ia teringat bahwa mereka sekarang ini sedang berada di taman hutan, meskipun tidak akan ada hewan yang sangat berbahaya, akan tetap ada beberapa hewan yang datang dan pergi.

Miranda Wen relfek mengambil batu besar yang ada di sampingnya, jika ada sesuatu yang bergerak ia akan mengambil batu ini dan melemparkannya agar mendapatkan waktu untuk melarikan diri.

Di sisi lain pada saat ini, Alberto Ji terus mengingat-ngingat rute yang dibicarakan Bernando Ji, sesuai dugaan ia menemukan beberapa jejak, ranting besar, dan ada beberapa jejak kaki yang terlihat sepenuhnya sesuai dengan apa yang dikatakan Bernando Ji.

Alberto Ji menjulurkan kepalanya keluar dan melihat ke arah lereng bukit, sesuai dugaan ia melihat jejak bekas injakan kaki orang, hatinya merasa yakin. Sepertinya Miranda Wen jatuhnya dari sini.

Di tempat yang begitu tinggi seperti ini, wanita bodoh ini tidak bisa sedikit lebih berhati-hati. Memikirkan tubuh Miranda Wen yang kecil begitu, membuatnya bertanya-tanya apakah dirinya terluka, Alberto Ji menunduk dan merenung sejenak.

Melihat bahwa hari sudah semakin larut malam, Alberto Ji menyipitkan matanya dan berpikir, jika Miranda Wen tidak ditemukan sekarang juga, maka ketika malam tiba pasti akan lebih berbahaya, kata Alberto Ji. Ia tak bisa menahan diri untuk terus melihat ke lereng terjal, seolah ingin turun ke bawah untuk mencari Miranda Wen.

Namun lereng ini curam, dia tidak bisa turun untuk mencari Miranda Wen dari sini. Jika mencarinya dari sini, dia juga akan ikutan terjatuh ke bawah. Alberto Ji melihat sekeliling untuk melihat apakah ada jalan yang bisa dilewati untuk menuju ke bawah.

Dia menyingkirkan rumput liar di sekitarnya dan melihatnya bersebelahan, akhirnya ia menemukan sebuah jalur kecil yang dapat dilewati untuk menuju kebawah, membuat matanya bersinar.

Alberto Ji langsung turun ke bawah mengikuti arah jalur kecil ini, mengikuti tempat di mana Miranda Wen terjatuh, dengan konsentrasi yang tinggi terus-menerus melihat sekeliling karena tidak ingin melewatkan detail apapun.

Tiba-tiba Alberto Ji melihat semak-semak tak jauh dari situ, dan tampaknya ada sosok yang samar-samar di situ. Alberto Ji langsung tegang, tidak bisa menahan diri untuk mengepalkan tangannya, apakah mungkin itu adalah Miranda Wen?

Alberto Ji dengan cepat berjalan ke arah rerumputan semak-semak tersebut, mendekati sosok itu selangkah demi selangkah, mencabut dan menyingkirkan rerumputan yang ada di depannya.

Ia melihat Miranda Wen memegang batu dengan erat dan dengan berjaga-jaga sembari melihat ke arahnya. Setelah memastikan bahwa pengunjung itu adalah Alberto Ji, matanya bersinar dan langsung merasa lega.

Miranda Wen dan Alberto Ji yang awalnya merasa tegang, tetapi ketika mereka yakin bahwa itu adalah satu sama lain, mereka langsung merasa lega.

Miranda Wen memandangi wajah Alberto Ji ini yang terlihat akrab dengan seksama, dia bahkan tidak berani untuk mengedipkan matanya, dia terus bertanya-tanya apakah dia sedang bermimpi, bukankah Alberto Ji sedang berada di luar negeri?

Tiba-tiba Miranda Wen mengulurkan tangan dan mencubit dirinya sendiri, membuatnya menangis kesakitan, ternyata dia tidak sedang bermimpi, Alberto Ji benar-benar datang untuk mencarinya.

Karena tegang sepanjang sore dan tidak minum banyak air, Miranda Wen berbicara dengan suara yang agak serak, "Kakak....." Rasa takut di hatinya saat ini telah lenyap sepenuhnya, digantikan dengan rasa tenang secara perlahan.

Sebelum Alberto Ji sempat berbicara, Miranda Wen dengan cepat bangkit berdiri dan dengan gembira berkata kepada Alberto Ji: "Kakak, kamu pasti tidak tahu, aku tadi sore hampir berpikir bahwa aku akan mati. Untungnya aku beruntung karena ketahan oleh pohon menjalar, lalu habis itu aku manjat sedikit demi sedikit mengikuti pohon menjalar ini. "

Miranda Wen terus berbicara dan mengayunkan lengannya dengan gembira, menceritakan dan menggambarkan adegan mendebarkan saat itu kepada Alberto Ji, seperti sangat bahagia.

Miranda Wen terus berbicara, bahkan tidak menyadari bahwa bahaya perlahan mendekatinya. Dia menginjak sebuah batu dan tiba-tiba kakinya tergelincir, batu serta tanah di bawah kakinya mengendur. Dia terjatuh lagi secara tidak sengaja.

Miranda Wen menutup matanya tanpa sadar, seperti dugaan bagaimana pun caranya dia tidak akan bisa menghindarinya untuk tidak terjadi. Tepat ketika dia mengira dia akan terpeleset jatuh ke bawah lagi, tiba-tiba aroma maskulin melintasi ke seluruh rongga hidungnya.

Miranda Wen membuka matanya dan melihat wajah Alberto Ji yang tampan muncul di hadapannya. Miranda Wen sepenuhnya jatuh ke pelukan Alberto Ji, membuatnya merasakan kehangatan di seluruh tubuhnya.

Saat Miranda Wen tenggelam dalam dunianya sendiri, suara dingin Alberto Ji terdengar di atas kepalanya, yang tiba-tiba membuatnya kembali dari dunianya sendiri. "Sedang melamuni apa lagi kamu? Kamu masih ingin jatuh terpeleset lagi?"

Mendengar suara Alberto Ji, Miranda Wen bereaksi perlahan-lahan, hanya merasakan panas di wajahnya, dengan terburu-buru berkata kepada Albert Ji dengan ekspresi minta maaf. "Kakak, terima kasih."

Meski hari sudah semakin malam, Alberto Ji masih bisa melihat dengan jelas darah di punggung Miranda Wen, tidak tahan menahan diri untuk dengan dingin berkata kepada Miranda Wen: "Bagian sini kamu kenapa?"

Mendengar perkataan Alberto Ji, Miranda Wen mengulurkan tangan dan menyentuh bagian belakang kepalanya, ia merasakan sakit yang merangsang seluruh saraf otaknya. Miranda Wen berteriak kesakitan, "Pantas saja aku merasa bagian belakang kepalaku sangat sakit, ternyata sudah hancur kebentur begini."

Alberto Ji merasa sedikit tidak berdaya, ternyata Miranda Wen masih belum tahu bahwa kepalanya sendiri terluka.

Alberto Ji menarik tubuh Miranda Wen dan merasakan kegelisahan Miranda Wen, membuatnya tak bisa menahan diri untuk berkata, “Jangan bergerak.” Setelah itu, dia memeriksa dengan seksama apakah ada cedera di bagian belakang kepala Miranda Wen.

"Tidak kenapa-kenapa, hanya kulitnya saja yang hancur, lukanya tidak begitu dalam."

Tadi Miranda Wen masih sedikit bingung dengan ulah Alberto Ji. Mendengar perkataannya saat ini, tiba-tiba ia bereaksi. Ternyata sang kakak sedang membantunya mengecek lukanya, jantungnya pun tak bisa berhenti berdebar-debar.

Novel Terkait

Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
5 tahun yang lalu

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu