Cinta Pada Istri Urakan - Bab 6 Mulut No Tubuh Yes

Bab 6 Mulut No Tubuh Yes

Di tengah jalan, telepon genggam Gavin berbunyi, panggilan telepon dari rumahnya, dia melihat sekilas kepada Laras, dia tidak mengangkatnya menggunakan telepon mobil, tetapi langsung menaruh teleponnya ke telinga, "halo, ibu, ada apa?"

Suara Anna yang sangat berharap terdengar dari dalam telepon, "Gavin, apakah orangnya sudah dibawa?"

"sudah."

"bagus sekali, cepat pulang."

Gavin melihat Laras sekali lagi, berkata dengan sedikit kuatir : "bisa tidak lain hari saja, keadaannya sekarang sedang tidak begitu baik."

"kenapa? Apakah ada reaksi karena kehamilannya?" Anna sangat bersemangat, "Gavin, tidak apa-apa, semakin besar reaksinya maka janinnya semakin sehat, bawa pulang ke rumah, jangan membuat putri orang lain berpikir yang tidak-tidak terhadap keluarga kita."

"......" Gavin benar-benar tidak bisa berkata apa-apa, ini adalah jalan yang dipilihnya, jadi dia harus menjalaninya sampai selesai, "kalau begitu kalian harus menyiapkan hati."

"oke, semuanya sudah disiapkan."

--

Di kediaman keluarga Pradipta yang besar dan tradisional, Allan dan Anna duduk di satu sisi sofa, Gavin dan Laras duduk di sisi lainnya, di atas meja kopi yang terletak di tengah-tengah terdapat 2 buku nikah yang masih baru.

Tidak ada yang bersuara, suasananya sangatlah canggung.

Pasangan suami istri keluarga Pradipta yang pada awalnya sangat bahagia, pada saat ini hanya bisa terdiam, tadinya mereka sangat menantikannya, sekarang mereka sangat kecewa.

Lihatlah, apakah ini adalah seorang perempuan? Bajunya berantakan, wajahnya lebam-lebam, telinganya juga banyak tindikan, meskipun zaman sekarang celana sobek-sobek sedang populer, tetapi celana orang ini terlalu banyak robekannya.

Allan dan Anna sangat tidak menyangka, selera putranya sangat aneh seperti ini, mereka tidak dapat mengucapkan satu patah kata apapun.

Setelah berlalu cukup lama, Anna menahan gemuruh di dadanya dan berusaha menahan diri bertanya pertanyaan pertamanya, "benarkah sudah ada?"

"saya....." saat Laras baru membuka mulutnya, Gavin langsung memotong pembicaraannya, "masih terlalu kecil, jadi tidak boleh dibicarakan sekarang."

"baiklah, ibu tidak bertanya mengenai itu, kalau begitu nona, berapa usiamu?"

Gavin berkata lagi, "umur bukan masalah, yang penting sudah boleh menikah."

Wajah Allan yang suram menjadi semakin suram, terhadap menantunya, dia tidak berharap harus setara dengan keluarga mereka, akan tetapi setidaknya kesopanan harus ada bukan, keinginan ini tidak berlebihan bukan? Gadis di depannya ini.... Benar-benar tidak bisa ditolerir.

Anna tiba-tiba merasa dadanya sesak, dia mengelus dadanya sambil bertanya : "gadis kecil, apakah ayah dan ibumu sudah tahu? Apakah mereka semuanya setuju?"

Gavin berkata tanpa ragu : "keluarganya tidak keberatan, oh iya, ayah harusnya mengenal keluarganya, Rama, dulu pernah membantumu melakukan sesuatu."

Allan berpikir sebentar, dia adalah kawan lamanya yang sudah berpuluh-puluh tahun yang lalu, "apakah kamu adalah putri Rama?"

Laras ingin menjawabnya, tetapi melihat wajah Gavin yang menunjukkan tidak ingin dia terlalu banyak bicara, dia tidak jadi bicara.

Gavin menariknya untuk berdiri dan berkata : "ayah, ibu, kalian sudah melihat orangnya, kita tidak makan di sini, ayo pergi."

"kau.....lihat sikapmu."

"anak kurang ajar, kembali kemari.....kembali!"

Tidak mempedulikan orang tuanya yang marah, Gavin menarik Laras yang lemah untuk segera pergi, jika bisa pergi jam 7 maka dia tidak akan menunggu sampai jam 7.15.

Dari masuk ke dalam rumah sampai keluar dari rumah, hanya membutuhkan waktu 10 menit, dalam keseluruhan prosesnya, Laras masih dalam keadaan bingung.

Kegelapan malam menyelimuti bumi, bintang-bintang mengeluarkan sinarnya di langit yang malam, Laras tidak melihat kediaman keluarga Pradipta dengan jelas tetapi dia melihat wajah pasangan suami istri keluarga Pradipta dengan jelas, mereka sangat tidak menyukainya.

Jika mereka menyukainya, itu baru aneh.

"ituuu...." dia benar- benar tidak tahu harus memanggilnya dengan sebutan apa, "masalah kita, bisa dibilang sudah jadi atau belum?"

"buku nikah sudah ada, masih bisa belum jadi? Tenang saja, masalahku, aku yang akan menyelesaikannya."

"Kalau begitu kenapa harus aku?"

Di bawah cahaya bulan, Laras menolehkan kepalanya dan melihat ke arahnya, tetapi masih tidak berani melihat ke matanya, sepasang matanya yang melihat kebawah penuh dengan keraguan, lebih memabukkan dari pada cahaya bulan.

Sampai setelah bertahun-tahun kemudian, Gavin masih tidak dapat melupakan ekspresi hati-hati Laras pada saat pertama kali bertanya soal ini, menurutnya, saat itu dia terlihat sangat tidak berdaya, sangat lemah, sehingga dia akan memegang dengan erat bantuan apapun yang ditawarkan, bagaikan takut kehilangan kesempatan apapun untuk tetap hidup.

Gavin tidak menjawabnya, meskipun dia sudah diberi obat perangsang,

Tetapi dia tidak dapat menyangkal kenyataan kalau dia sudah menodainya, masalah ini sangat memalukan, dia tidak mau memberitahu siapapun.

Malam di awal musim gugur, angin malam yang sejuk bertiup.

Angin yang sejuk, ditambah pandangan Gavin yang dingin, Laras merasa sedikit dingin, dia menyilangkan tangannya dengan erat di dadanya.

Gavin diam-diam memperlambat langkahnya, tanpa disadari oleh Laras, mereka sudah berjalan berdampingan.

Tiba-tiba, pundaknya yang kurus sudah ditutupi oleh jaket, jaket seragam tentara yang besar, juga membawa kehangatan dari pria asing.

Tubuh Laras sedikit bergetar, buru-buru berusaha melepaskan jaket itu, "tidak, tidak, kau saja yang memakainya." di matanya, seragam tentara adalah sesuatu yang sangat sakral, jika dipakaikan kepadanya maka itu seperti menginjak-nginjak seragam itu.

Tangan pria itu menahan tangannya, "pakai saja, malam hari dingin."

Suaranya yang rendah menyusup ke gendang telinganya, begitu dia menoleh, dia melihat ruas jari pria itu, jarinya panjang, kukunya bersih, dia juga merasakan kehangatan yang diberikan oleh ujung jari seorang pria, jantungnya melompat seketika.

Meskipun dia serius dan dingin, tetapi di satu sisi dia juga perhatian.

"kamu sudah lapar bukan? Mau makan apa?"

"tidak tidak." Laras menggelengkan kepalanya dengan sopan, menghadapi pria yang sudah dewasa dan memiliki aura yang kuat, seketika dia berubah menjadi bakpau, sebelum mengetahui orang itu adalah teman atau musuh, sebaiknya sembunyikan kemampuanmu yang sebenarnya.

Tetapi bunyi perutnya mengkhianati dirinya.

Bibir Gavin menyeringai dan tersenyum, "mulutmu berkata tidak mau, tapi tubuhmu berkata sebaliknya."

"....." Sepertinya dia sangat berpengalaman.

Mereka pergi untuk mencari makan, waktu di tengah jalan, telepon genggam Gavin berbunyi lagi, orang rumah yang meneleponnya, tidak usah diucapkan dia sudah tahu ibunya mau berkata apa.

Dia memutuskan sambungan, ditelepon kembali, diputuskan kembali, ditelepon lagi, dia akhirnya terpaksa menerimanya sambil menghela napas, merasa tidak berdaya.

Yang menghubunginya adalah Anna yang murka, "ayahmu sudah mencari Rama untuk memastikannya, Laras bukan putrinya, apa kau ingin membuatku kesal setengah mati, yang lain tidak mau, malah mencari seseorang yang tidak jelas jenis kelaminnya untuk dibawa pulang, umurnya masih kecil tidak apa-apa, Rama bilang dari dia kecil orang tuanya sudah bercerai, tidak ada yang mengajarinya, dia adalah seorang murid yang bermasalah, ibu dan ayahmu tidak setuju!"

"Nasi sudah menjadi bubur, sudah terlambat."

"Terserah apakah kalian mau melahirkan anaknya atau tidak, jika dia melahirkannya, ibu dan ayahmu akan merawatnya, jika dia tidak mau melahirkannya, sebaiknya segera digugurkan."

"Ibu, kau sudah sangat keterlaluan."

"Kau yang keterlaluan Gavin," Anna sudah sangat kesal sekali, langsung memberikan teleponnya kepada Allan, suara Allan yang besar bagaikan terompet, dia langsung memarahi Gavin melalui telepon, "dasar anak kurang ajar, kamu sengaja menentang kami bukan?"

Suaranya sangat besar, Gavin sedikit menjauhkan telepon genggamnya dari telinganya, pandangannya tanpa sengaja menyapu ke arah gadis yang duduk disampingnya, mata gadis itu memandang ke arahnya, mata yang dipenuhi dengan ketakutan itu bagaikan sedang berkata, kumohon jangan tinggalkan aku seorang diri.

Novel Terkait

Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
5 tahun yang lalu

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu